Saturday, October 6, 2012

The Season


Hari ini saya mengunjungi satu lagi istana Jepang. Istana yang saya kunjungi kali ini adalah Nagoya Castle. Ada satu hal yang saya sadari tentang istana Jepang. Menurut saya, istana di Jepang bisa dibagi menjadi dua jenis.

Pertama, adalah istana seperti Nara Castle (Heijo-kyo Castle) yang memang dibangun sebagai pusat pemerintahan. Istana ini dibangun dengan tembok istana rendah yang terbuat dari kayu. Pilarnya berwarna merah, berjajar dua di kanan dan kiri untuk menyangga atapnya yang kabarnya waktu itu terbuat dari besi berat. Istana ini dibangun 1300 tahun yang lalu, membawa harapan agar Jepang bisa dipersatukan menjadi sebuah negara. Di dalam istana ini, sebagian besar pejabat istana memikirkan bagaimana cara menjadikan negara menjadi lebih baik dan agar rakyatnya bisa hidup sedikit lebih nyaman.


Heijyo-kyo Castle - Daigokuden (Great Main Hall)

Kedua, adalah istana seperti Nagoya Castle yang saya kunjungi hari ini. Istana ini dibangun tinggi di sebuah bukit, dibangun tinggi, dikelilingi sebuah kolam dalam dan tembok yang terbuat dari batu. Bahkan hari ini saya menyadari bahwa pintu istananya terbuat dari besi tebal!

Nara Castle dibangun di masa-masa damai, di mana harapan masih berkembang di dada seorang raja dan pejabat istananya. Di mana rakyatnya masih bisa tertawa dan menikmati makanan mereka bersama dengan keluarga.

Nagoya Castle dibangun di masa perang. Saya yakin waktu itu raja dan pembesar istana hanya bisa memikirkan bagaimana cara untuk melindungi negara mereka dari serangan musuh, sehingga mereka kurang memikirkan kesejahteraan rakyat mereka.


Nagoya Castle - Tenshukaku (Main Keep)

Menurut saya, selalu ada waktu untuk segala sesuatu. Ada musim untuk menanam, ada musim untuk menuai. Ada juga musim untuk bersantai dan bercanda tawa, tapi ada juga musim untuk mengeratkan ikat pinggang, menggulung lengan kemeja dan bekerja keras serta berhemat.

Semua musim punya arti sendiri-sendiri, dan punya taktik sendiri untuk menanganinya. Jepang mengerti cara untuk mengatasi setiap musim. Mereka membangun Nara saat musim untuk membangun sebuah negara. Mereka membangun Nagoya castle saat musim untuk melindungi negara mereka.
Intinya, mereka tahu di musim apa mereka sekarang. Mereka tahu cara mengatasi musim itu, dan mereka melakukan apa yang harus mereka lakukan.

Seperti hidup itu sendiri kan?

Pertama, kita perlu tahu dimana kita berada sekarang.

Kedua, kita perlu tahu apa yang harus kita lakukan untuk mengatasi keadaan itu.

Terakhir, kita perlu melakukan apa yang kita ketahui tersebut untuk membawa kita kepada sebuah musim yang lain. Sebuah musim yang lebih baik.



How to go:

1. Nara Castle (Heijyo-kyo Castle)

Turun di Yamato Saidaiji Station (Kintetsu Line) dan jalan terus ke arah timur sekitar 15 menit.


View Larger Map



2. Nagoya Castle

Turun di Shiyakusho Station (Meijo Line, Subway).
Pintu utama Nagoya Castle berada di dekat sana.


View Larger Map

Wednesday, October 3, 2012

Bambi Everywhere!

Salah satu keunikan kota Nara adalah rusa. Rusa di Nara dianggap suci karena kabarnya dulu seorang dewa datang ke Nara dengan menggunakan Rusa. Kita bisa melihat Nara di berbagai tempat, bahkan di tengah jalan sekalipun. Jadi, rasanya seperti di taman safari, hanya saja hewan yang ada hanya rusa.

Untuk menjaga agar wisatawan tidak memberikan makanan sembarangan pada rusa-rusa tersebut, pihak pariwisata Nara memiliki cara unik. Mereka menyediakan sebuah snack khusus bagi rusa dan dijual dengan harga 150 Yen, berisi 10 lembar. Nama snack ini adalah Shika-senbei (Deer Biscuit)


Rusa yang duduk di tengah jalan

Dengan adanya snack khusus ini, hati wisatawan (termasuk saya) jadi lebih terdorong untuk memberikan makanan khusus ini pada para rusa. Lagipula, di pinggir jalan, selalu ada papan yang mengingatkan bahwa rusa-rusa ini sensitif. Mereka bakal sakit perut kalau makan makanan lain.

Selain itu, yang perlu kita ingat adalah bahwa rusa-rusa ini bukan hewan peliharaan. Mereka mungkin saja sudah terbiasa dengan manusia, tapi mereka tetap saja hewan liar. Kalau mengamuk, mereka bisa menyeruduk, bahkan menendang. Beberapa kali saya mencoba untuk mengusap kepala rusa-rusa ini, tapi mereka selalu berjenggit dan segera kabur.

Selama dua hari ini, saya bisa menemukan rusa-rusa di tempat sebagai berikut:
1. Nara Park
2. Kompleks Koufuku-ji temple
3. Kompleks Kasuga Taisha Shrine
4. Great Southern Gate of Todai-ji temple

Cobalah membeli Shika-senbei dan bersenang-senanglah dengan rusa-rusa di Nara!
Kalau suka dengan hiruk pikuk, pilihlah Nara Park atau kompleks Koufuku temple. Kalau lebih suka tempat yang sepi dan tenang, pilihlah jalan setapak di kompleks Kasuga Taisha Shrine. Dan hati-hati, tetap ingat bahwa rusa-rusa ini bukan hewan peliharaan.


MAP


View Deer in a larger map

Tuesday, October 2, 2012

Slow Travel

Untuk perjalanan kali ini, saya tidak punya rencana apapun. Saya hanya ingin berjalan dan menyusuri kota, mencari tahu satu tempat dan berjalan lagi ke tempat yang lain hanya berbekal satu buku panduan dan peta-peta yang tersebar hampir di seluruh kota.

Hari ini, saya tiba di Nara, sebuah ibukota Jepang zaman dulu, bahkan sebelum Kyoto. Sialnya, saya tidak bisa tidur semalaman suntuk karena saya menggunakan bus ke kota ini, diguncang oleh geronjalan jalan selama 9 jam! FYI, saya menggunakan poin untuk membeli tiket bus ini, jadi saya tidak mengeluarkan uang sepeserpun.

Jadi inilah rencana saya, menikmati hari yang berjalan dengan lambat tanpa dipaksa-paksa oleh deadline dan peraturan manapun yang berhubungan dengan waktu.

Sudah saya ucapkan selamat tinggal pada jam tangan saya hanya untuk minggu ini.

Berikut adalah daftar tempat yang saya kunjungi hari ini:

1. Sarusawa Pond
Terletak tak jauh dari stasiun Nara, kolam ini adalah salah satu pemandangan terkenal Nara. Biasanya di kartu pos, kolam ini dipasangkan dengan pagoda bertingkat lima, milik kompleks Koufukuji Shrine.

2. Umeko Temple
Terletak di salah satu sudut Sarusawa Pond. Saya tidak akan tahu tentang keberadaan temple unik ini kalau tidak ada penjelasan di sekitar kolam. Apa uniknya? Umeko Temple dibangun terbalik!
Biasanya, temple dibangun menghadap ke arah yang sama dengan gerbang torii nya. Tapi kuil ini dibangun terbalik.

Sarusawa Pond dan Pagoda tingkat lima di pagi hari
Ada satu kisah sedih tentang kuil ini.

Seorang gadis pelayan istana kerajaan mendapat hati raja yang sedang ia layani. Si gadis itu sendiri juga menyukai sang raja dan mereka menjadi sepasang kekasih. Hanya saja, entah karena kesalah pahaman atau apa, si gadis mengira sang raja sudah tidak menyukainya lagi lantaran sang raja menjadi jarang menyuruh gadis itu menghadap.

Si gadis yang tidak bisa menahan luka hatinya menangis dan menjatuhkan dirinya ke dalam kolam. Sang raja yang tahu bahwa kekasihnya ini meninggal segera berlari menuju ke kolam dan mendendangkan sebuah lagu cinta bagi gadis itu.

Beberapa ratus tahun kemudian, seorang pendeta bertemu dengan arwah gadis itu dan membimbing gadis itu ke surga. Pendeta itu akhirnya membangun kuil bagi gadis itu dengan posisi terbalik agar sang gadis tidak lagi memandang kolam dan mengingat kesedihannya di surga sana.

3. Koufukuji Shrine
Kuil ini adalah salah satu situs yang ditetapkan oleh UNESCO sebagai salah satu warisan sejarah dunia. Di sekeliling kuil ini kita bisa melihat rusa-rusa berkeliaran. Kita bisa membeli Shika-senbei (Biskuit Rusa) untuk cemilan si rusa. Awas, jangan makan biskuit itu, karena biskuit itu hanya khusus untuk rusa!

4. Karakuri Museum

Karakuri Museum
Saya menemukan sebuah museum mungil di pinggir jalan sempit. Di kedua sisi jalan penuh dengan rumah-rumah dengan model kuno. Bahkan papan penunjuk museum itu terbuat dari kayu. Museum itu ternyata memamerkan mainan anak-anak zaman dulu. Saya kagum dengan berbagai trik yang digunakan untuk membuat mainan itu. Mulai dari pasir, kertas, benang, bahkan kayu pun bisa mereka gunakan untuk membuat mainan yang bergerak dengan sendirinya tanpa bantuan baterai ataupun listrik!










Selebihnya, saya habiskan sisa hari saya di dalam kamar hotel, tepar karena kurang tidur!!

Saturday, August 4, 2012

Museo d'Arte Ghibli

Pintu masuk museum






Rumah seorang paman yang menghabiskan waktunya untuk berkeliling dunia. Seperti itulah museum yang satu ini.

Anime Ghibli sudah menghias layar kaca Jepang sejak tahun 1985. Animasinya selalu memiliki unsur petualangan dan fantasi yang tidak ada habis-habisnya. Miyazaki Hayao mengumpulkan berbagai cerita dongeng dari berbagai negara dan merangkumnya menjadi animasi yang selalu menarik untuk ditonton.








Penunjuk Jalan ke museum



Terletak di Mitaka, Tokyo, museum ini jauh dari keramaian. Kita bisa ke sana dengan menggunakan bus ataupun berjalan kaki. Kalau ingin berjalan kaki, kita bisa menyusuri Tamagawa Josui, sebuah sungai kecil. Tidak ada salahnya berjalan kaki menyusuri kota kecil ini.

Menara museum
Tiket ke museum ini harus kita booking sebelumnya. Museum ini juga membatasi jumlah pengunjung dengan cara membagi jam masuk menjadi 4 kelompok: Jam 10 pagi, jam 12, jam 2 siang, dan jam 4 sore. Dengan demikian, museum tidak akan penuh sesak dengan pengunjung. Tapi, jangan lupa jam berapa kita booking, karena hanya di jam itu saja kita diizinkan masuk ke dalam. Selebihnya kita tak akan bisa masuk.

Saya sempat tersesat saat saya dan teman saya berkeliling museum. Saat saya bertanya arah pada penjaganya, gadis itu hanya tersenyum dan menunjuk peta yang saya pegang.

"Mari kita tersesat," katanya. "Take your time, see arround, dan tersesatlah."











Bus khusus ke museum
Saya tertawa saja dengan teman saya. Museum ini memang unik, menyajikan bagaimana sebuah animasi dibuat, mulai dari ide cerita sampai pewarnaan. Yang membuat saya ternganga adalah banyaknya koleksi buku dongeng di sana!

Sayangnya, pengambilan foto dilarang di dalam museum.





Salah satu sudut museum



Biaya:
Tokyo station - Mitaka Station = 380 Yen
Ghibli Museum Ticket = 1000 Yen

Link:







Wednesday, August 1, 2012

Sumidagawa Fireworks Festival

Tokyo Sky Tree

Suasana musim panas di Jepang tidak akan lengkap dengan Yukata, dan tentu saja Hanabi, alias kembang api. Di bulan-bulan menjelang musim panas, dimana kelembaban udara semakin meningkat, festival kembang api mulai diadakan di mana-mana. Minggu lalu, saya sempat mengunjungi salah satu festival kembang api ini dan menontonnya dari atap rumah teman.

Festival yang saya kunjungi berada di daerah Asakusa, sebuah kota lama yang dulu pernah menjadi pusat negara ini. Festival ini diadakan di pinggir Sumida gawa, sebuah sungai yang berada di daerah Asakusa. Karena itu, festival kembang api ini lebih dikenal dengan sebutan Sumida gawa Hanabi Taikai. 










Kembang api pertama diluncurkan pukul 7 dan berlangsung selama satu setengah jam. Tapi, jangan kira bahwa waktu satu setengah jam itu panjang.  Kembang api demi kembang api seperti memiliki cerita mereka sendiri-sendiri, dibagi menjadi bab-bab pendek, masing-masing memiliki klimaksnya sendiri-sendiri. Yang pasti, setiap klimaks berhasil membuat saya dan teman-teman saya berteriak-teriak dan bertepuk tangan dan berharap kembang api selanjutnya kembali diluncurkan.




Kembang Api



Saya akan membagi beberapa tips kecil bagi yang ingin menonton kembang api di Sumida gawa. 
  1. Datang lebih cepat. Datang lebih cepat bisa menghindarkan kita dari sesaknya kereta. Selain itu, kita juga harus 'booking' tempat untuk melihat kembang api ini. Biasanya orang-orang akan menggelar semacam tikar di atas trotoar atau jalan dan duduk di sana. 
  2. Bawa makanan dan minuman untuk dimakan sambil menikmati kembang api.
  3. Santap makanan saat hari masih terang dan kembang api masih belum mencapai klimaks. Saat mendekati berakhirnya acara, biasanya kembang api yang diluncurkan semakin meriah. Lagipula, siapa yang mau makan di kegelapan?
Orang-orang yang sudah mulai menggelar tikar


Akses:
Oshiage Station (Tokyo Metro Hanzomon Line, Keisei Line, Toei Asakusa Line, Tobu Line)






Map:
Tidak ada tempat khusus untuk melihat festival ini.
Yang kita butuhkan hanya tikar and foods!



View Larger Map



Wednesday, June 27, 2012

Bansaburo-dake: If Fairies Do Exist


Kalau peri benar-benar ada, mungkin mereka akan menyukai tempat ini. Di sini ada aliran air yang tenang dan rumput yang menghijau dan pohon-pohon unik. Rusa berteriak bersahut-sahutan dan suara burung juga tak ada hentinya. Serangga semacam jangkrik juga terus berkerik, menemani setiap langkah, membuat hutan ini terasa ramai dan hidup.



Aliran air

Saya siap menyerah dan pulang pagi itu, kembali ke dalam selimut karena kabut lumayan tebal dan hujan turun rintik-rintik. Waktu itu, saya harus mengenakan jas hujan untuk berjalan memasuki kawasan hutan lindung ini. Untungnya, beberapa menit kemudian, hujan berhenti dan kabut mulai  menghilang dengan perlahan, menunjukkan wajah hutan yang sebenarnya.


Rumput di tengah jalan


Saya sempat menghabiskan waktu lebih dari satu jam di pinggir aliran air hanya untuk mengabadikan ketenangan aliran air itu. Saya bertekad untuk membawa pulang sungai yang jernih itu.



Beech Trees


Selain sungai yang jernih, di tengah perjalanan, ada satu daerah yang membuat saya menghentikan langkah kaki dan berdiri sejenak mengaguminya. Pohon-pohon Beech berakar putih yang berjumlah puluhan pohon sudah cukup untuk membawa suasana yang menarik. Saya seolah ditarik ke sebuah dunia yang lain. Saya sempat membayangkan beberapa peri yang bersembunyi di setiap pohon, siap menculik siapapun juga yang berani mengganggu ketenangan mereka.



Titik air


2 Jam dari Yokohama, Bansaburo-dake terletak di Prefektur Shizuoka. Perjalanan ke sini bisa ditempuh dengan menggunakan kereta dan bus. Sayangnya, bus hanya tersedia lima kali pulang pergi setiap harinya, jadi kita perlu mengecek jadwalnya dengan teliti. 




Tanpa perlu masuk sampai terlalu dalampun, Bansaburo sudah bisa membuat kita melupakan kesibukan sehari-hari sambil berjalan santai menyusuri jalan setapak.



Spiderweb




Bagi yang ingin sampai ke puncak, jangan lupa untuk membawa kompas dan peta, karena rutenya kadang sukar untuk dimengerti, terutama perjalanan pulang. Sebuah sungai yang memotong jalan setapak sempat membuat saya kehilangan arah. Untungnya, ada seorang bapak yang bersedia mengantar saya sampai ke halte bus.





Kabut


Cobalah untuk menginap di daerah sekitar Ito Station barang sehari. Dari stasiun, akses ke pantai hanya membutuhkan waktu 10 menit berjalan kaki. Kalau kita sedang dianugerahi cuaca cerah, kita bisa melihat matahari terbit di pantai. Sayangnya, waktu saya kesana, cuaca sedang buruk-buruknya. 




Akses: 
Ito Station, Prefektur Shizuoka
Dari Tokyo Station : 2210 Yen
Dari Yokohama Station : 1620 Yen










Friday, June 22, 2012

Ajisai, Si gadis lincah

Di Jepang, setiap bunga memiliki arti tertentu. Misalnya mawar berarti "cinta" dan Sakura berarti "kecantikan yang suci".

Ada satu bunga yang mekar di musim penghujan, memberikan warna bagi musim yang biasanya dibenci ini.


Ajisai Ungu



Bunga itu bernama Ajisai (Hortensia atau Hydrangea). Arti bunga ini adalah "gadis lincah". Kelincahannya bisa dilihat dari warna bunganya. 




Ajisai Merah Jambu



Warna bunga Ajisai berbeda-beda meskipun berasal dari satu spesies, tergantung dari pH tanah. 

Tanah yang bersifat asam menghasilkan bunga biru, sedangkan tanah basa menghasilkan warna pink, bahkan ungu. Sayangnya, saya belum sempat bertemu dengan Ajisai dengan warna biru. 




Ajisai dengan warna tak jelas



Karena perubahan berdasarkan suasana hati ini, selain berarti "gadis lincah", Ajisai juga berarti "hati yang berubah" dan bahkan "selingkuh"!


Sebelum mekar sempurna Ajisai berwarna keputihan

Sebagai informasi, yang terlihat seperti mahkota bunga itu sebenarnya hanya kelopak bunga. Mahkota bunga Ajisai adalah titik kecil di tengah kelopaknya yang besar itu!


Mahkota bunga yang kecil

Musim hujan tak selalu buruk kan?





----Footnote

Foto-foto Ajisai ini saya ambil di perjalanan menuju Museo d'arte Ghibli, alias Museum Ghibli yang terletak di Mitaka. Saya akan membuat catatan tentang museum ini nanti. Harap ditunggu ya!

Saturday, June 9, 2012

Shibuya, Hachiko Mae



Pasti sudah banyak orang yang mendengar tentang cerita seekor anjing yang setia menanti kepulangan tuannya ini. 


Patung Bronze Hachiko


Dulu, seorang profesor mengadopsi seekor anjing sebagai peliharaannya dan memberi nama Hachiko kepada si anjing. Setiap hari, Hachiko akan menunggu di depan stasiun Shibuya, menanti kepulangan sang profesor. Sampai suatu hari, profesor itu tidak kunjung pulang. Profesor itu meninggal. Sejak saat itu, selama sembilan tahun, Hachiko mengulangi rutinitasnya untuk menanti sang profesor sampai dia sendiri  meninggal.


Satu tembok penuh



Di tahun 1934, sebuah patung didirikan untuk mengenang anjing setia ini.

Selain itu, tepat di depan Hachiko Exit, satu tembok penuh digunakan untuk menggambarkan Hachiko yang sedang bermain.



Scramble Crossroad di depan stasiun Shibuya



Dengan adanya patung itu, seolah Hachiko masih berada di depan stasiun, menanti tuannya untuk pulang sambil memandang hiruk-pikuk anak-anak muda yang meramaikan kota ini.



Friday, June 8, 2012

Jigoku Nozoki, Behind the Scene

Bunga di pinggir jalan
Saya ingat minggu itu adalah minggu yang super sibuk. Pekerjaan demi pekerjaan dengan jadwal yang ketat berdatangan terus ke atas meja saya dan kolega saya. Bersama kami membuka mata lebar-lebar untuk mengecek setiap baris teks yang ada di hadapan kami, menulis baris demi baris program komputer yang tidak ada habisnya. Capek memang, tapi saat saya tahu bahwa saya bisa menyelesaikan pekerjaan saya tepat waktu, saya nyaris bersorak gembira. Berarti saya mendapatkan hari libur saya di hari Sabtu!



Tangga dan Jalan setapak



Saya tidak peduli saya hanya tidur 3-4 jam hari itu. Saya mengepak beberapa cemilan dan iPod serta baju ganti ke dalam tas ransel saya dan segera melangkahkan kaki menuju Chiba.

Cerita selengkapnya di sini.

Entah kenapa hari itu saya begitu getolnya untuk pergi hiking ke gunung ini. Mata saya masih berat, kaki saya terasa pegal, dan bahu saya terasa kaku. Tapi waktu itu, tinggal di rumah dan beristirahat seperti bukan sebuah pilihan yang menarik.

Maybe, i just want to run away from my daily routines...
Apapun tujuan saya waktu itu, saya bersyukur karena saya masih memiliki kaki untuk berjalan.







             

 Jalan setapak                                                                                                Tangga




Ada satu hal yang saya dapatkan dari hiking kali ini. Mungkin saya selalu mengatakan hal yang sama, tapi saya ingin mengatakannya sekali lagi.

Hiking memang capek. Kaki memang pegal. Tapi, kalau kita terlalu fokus pada rasa sakitnya, kita akan kehilangan kesempatan untuk menikmati pemandangan indah. Pemandangan yang di khususkan bagi mereka yang mau berjalan tanpa menyerah.





Papan nama di Nihonji




Wednesday, June 6, 2012

IC Card: Hasil Teknologi Jepang

Dalam artikel yang satu ini, saya ingin menjelaskan sedikit tentang IC card yang sering dipakai di Jepang. IC card ini tidak hanya bisa digunakan sebagai tiket masuk kereta, tapi juga bisa digunakan sebagai pengganti uang, seperti layaknya kartu prabayar.

Kartu SUICA saya yang saya gunakan sebagai commuter pass
IC card ini mulai meledak beberapa tahun yang lalu karena kepraktisannya. Kita tidak perlu lagi mengantre di depan loket untuk membeli tiket. Kita juga tidak perlu lagi bingung dengan uang receh yang semakin menumpuk setiap kali kita membeli makanan kecil. Kalau habis, kita bisa mengisi ulang kartu ini di stasiun mana saja.

Jepang, terutama daerah di sekitar Tokyo memiliki beberapa jenis IC card. Tapi di sini, saya akan memberikan satu contoh kartu yang disebut SUICA, karena pengguna kartu ini relatif lebih banyak dan cara pembeliannya sangat mudah. Kita hanya perlu berdiri di depan loket otomatis, menekan beberapa tombol, membayar beberapa yen dan tadaaaaa! kartu itu sudah berada di tangan kita!

Di sini, saya akan menjelaskan bagaimana cara membeli, mengisi ulang pulsa kartu, dan me-refund (mengembalikan) kartu tersebut. 

1. Membeli

SUICA bisa dibeli di setiap stasiun JR di daerah sekitar Tokyo. Pertama yang perlu kita lakukan adalah menghampiri mesin seperti di foto di bawah ini. Tidak perlu pikir panjang, pencet saja bahasa inggris. 


Mesin penjual tiket

Untuk membeli, tekan "Purchase new SUICA" dan kita akan dipandu dalam proses pembelian. Di sini kita bisa memilih untuk membeli MySUICA atau SUICA. SUICA adalah IC card standard. Kalau kita membeli MySUICA, kita bisa menulis nama kita di atas kartu, tapi saat kita ingin me-refund, kita diharuskan untuk menunjukkan identitas diri. 

Setelah itu, kita harus membayar 2000 Yen (sekitar 200.000 Rupiah). Nominal sebesar 500 Yen akan digunakan sebagai deposit, jadi kita bisa memiliki 1500 Yen untuk digunakan.



Tekan "Purchase" untuk membeli dan "Charge" untuk mengisi ulang


2. Mengisi ulang.

Sama dengan cara membeli, hanya saja pencet saja "Charge" dan isi ulang kartu dengan nominal sesuka hati.



MySUICA atau SUICA?


3. Refund

Refund bisa dilakukan di semua kantor Midori no Madoguchi Ticket Office milik JR di daerah Tokyo dan sekitarnya. Ada beberapa hal yang harus kita perhatikan saat melakukan refund.
  • Jika pulsa melebihi 210 Yen, maka kita diharuskan untuk membayar uang administrasi sebesar 210 Yen. Jadi kalau tidak mau rugi, pakai pulsa sampai habis dulu sebelum refund.
  • Pengembalian mySUICA memerlukan identitas diri seperti paspor atau KTP

4. Lain-lain

SUICA adalah IC card yang hanya bisa digunakan di daerah Tokyo dan sekitarnya. Setiap daerah memiliki IC card mereka sendiri-sendiri, seperti ICOCA untuk daerah Osaka dan sekitarnya, Kitaca untuk daerah Hokkaido dan sekitarnya dan masih banyak lagi.


Selamat menikmati kepraktisan teknologi Jepang!

Tuesday, June 5, 2012

Nokogiri yama: Mengintip Neraka


Plat tanda masuk menuju Nokogiri Yama: Ke Kiri!
Pagi itu saya memang sudah berniat untuk berjalan ke gunung yang satu ini. Gunung ini terletak di daerah Chiba Prefektur, di pinggir laut. Berpuluh-puluh tahun yang lalu, gunung ini pernah menjadi tambang batu yang terkenal karena kekokohan batunya. Sebut saja kuil Yasukuni dan universitas kawakan macam Waseda. Mereka juga menggunakan batu dari gunung ini. 

Jalan setapak Nokogiri Yama
Pemandangan gunung ini memang sudah tidak alami lagi karena penambangan batu bertahun-tahun yang lalu itu. Tapi, hasil tangan manusia itu malah menghasilkan sebuah karya seni yang megah. Cekungan-cekungan hasil potongan batu berbentuk kubus-kubus menjadi semacam tetris yang gagal. 
Beberapa daerah masih memperlihatkan sisa penambangan. Saya melihat bangku-bangku kayu dan alat penambangan dikumpulkan di satu tempat. Bahkan ada sebuah tempat yang lumayan mengerikan karena cekungannya menggenang air, membuat suasana menjadi dingin, membuat kita merasa sedang berpetualang.




Tebing Jigoku Nozoki: Mengintip Neraka















Menurut saya, daya tarik Nokogiri yama ada tiga. Yang pertama adalah Nihonji, sebuah kompleks kuil yang dibangun di pegunungan. Struktur bangunannya membuat saya jadi ingat film-film silat yang mengharuskan murid perguruan menimba ilmu di kuil pegunungan semacam ini. Banyak tangganya! Saya  membayangkan murid-murid itu mengangkut air menaikki tangga yang membuat saya ngos-ngosan itu.
Yang kedua adalah Daibutsu yang berada di kompleks Nihonji. Daibutsu di Kamakura yang terkenal itu berukuran 13,35 meter. Dengan ketinggiannya yang mencapai 31 meter, Daibutsu milik kompleks Nihonji ini menjadi Daibutsu dalam posisi duduk tertinggi di negeri sakura ini. Sayangnya, hanya segelintir orang saja yang tahu pada fakta ini.

Kita bisa naik ke sana




















Yang ketiga adalah Jigoku-Nozoki, yang arti literalnya, tempat untuk mengintip neraka. Tapi jangan mengharapkan lautan api, karena nama tebing ini sama sekali tidak sesuai dengan pemandangan yang ia sediakan bagi pemanjat. Jigoku Nozoki menyajikan sebuah pemandangan luas, paduan antara teluk Tokyo, hutan dan jalan raya.
Jigoku-Nozoki adalah sebuah tebing yang dihasilkan oleh penambangan batu. Tebing itu menonjol keluar, seolah bisa patah kapan saja. Berdiri di atas tebing itu, membuat kaki saya geli dan membayangkan atraksi jet-coaster. Bagi yang punya nyali, silakan melongokkan kepala dan menatap pemandangan di bawah.



Tips untuk menikmati hiking Nokogiri Yama:

Bekas Penambangan
Setiap gunung punya wajah mereka sendiri. Nokogiri-yama juga memiliki wajahnya. Seperti yang saya katakan tadi, gunung ini adalah hasil kolaborasi alam dan manusia. Sebuah hasil karya seni. Tapi karya seni bukan hanya bisa dilihat tapi juga bisa didengar. Lain dengan Kamakura dan Yakushima, saya bisa mendengar suara cericip burung di setiap tangga yang saya naiki. Kalau sempat, jangan hanya melihat pemandangan, tapi sediakan ruangan bagi telinga untuk mendegar paduan cericip burung dan gesekan ranting pohon.














Bekas penambangan
Hiking di Nokogiri Yama membutuhkan kejelian untuk melihat setiap papan penunjuk jalan. Saya sempat nyaris tersesat karena kurang teliti melihat papan penunjuk. 
Bagi yang tidak suka hiking, juga disediakan rope-way seharga 500 Yen untuk tiket sekali jalan atau 900 Yen untuk tiket pulang-pergi ke kompleks Nihonji.
Jangan lupa membawa bekal makan siang untuk dinikmati di dekat Daibutsu.



















Hyaku-shaku Kannon


Akses:

Dari Tokyo gunakan bus ke Kimitsu Station. Dari Kimitsu Station, pindah kereta Uchibo Line turun di Hamakanaya Station.
Dari Yokohama gunakan Yokosuka Line ke Kurihama Station. Dari Kurimaha Station, jalan kaki ke pelabuhan Kurihama sekitar 30 menit dan naik Feri ke pelabuhan Kanaya.










Daibutsu
























Map:

Larger map for Nokogiri Yama